Senin, 02 Maret 2009


Geliat Pasar Mode dalam Negeri
Kamis, 26 Februari 2009 - 13:31 wib
TEXT SIZE :
Foto: Tuty Ocktaviany/Okezone

KRISIS ekonomi global boleh saja membayangi dunia mode internasional, namun di industri mode lokal, terlihat geliat pasar yang cukup menjanjikan. Pusat-pusat perbelanjaan tetap bermunculan yang kemudian diikuti masuknya berbagai brand dan peritel mode internasional. Asia, terutama kawasan Asia Tenggara, rupanya tengah menjadi sasaran penjualan bagi pelaku mode internasional akibat lesunya tingkat penjualan di Amerika dan Eropa.

Semakin banyaknya brand internasional yang merangsek masuk ke pasar dalam negeri ternyata menimbulkan aura positif bagi pelaku mode lokal. Inovasi baru terus dilakukan, bersamaan dengan munculnya label-label baru hasil kreasi perancang muda. Desainer Indonesia pun tak ketinggalan memanfaatkan celah dengan terjun ke bisnis ritel.

Salah satunya Lenny Agustin. Wanita yang menjabat sebagai Bendahara Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) itu baru-baru ini mengumumkan akan menambah jumlah gerai second line-nya, Lennor. Selain itu, Lenny juga berkolaborasi dengan Batik Semar untuk lebih memopulerkan kain tradisional Indonesia pada kaum muda. "Rencananya, tahun ini saya akan menambah lima gerai," ujarnya.

Selain itu, kerja sama Lenny dengan Batik Semar juga dimaksudkan agar biaya produksi labelnya lebih kecil sehingga harga jualnya lebih murah. Desainer berusia 35 tahun ini menuturkan, Batik Semar akan men-support tekstil, pengerjaan, dan produksi. "Jadi biayanya akan lebih murah karena selama ini saya membeli bahan jadi. Meskipun harga turun, kualitasnya masih bagus. Bahkan motif kainnya juga lebih eksklusif karena saya akan mendesainnya khusus," terangnya.

Bukan hanya Lenny yang fokus menggarap pasar dalam negeri. Ketua APPMI Pusat Taruna K Kusmayadi pun sibuk mengurusi pembukaan gerai terbarunya. "Ya, rencananya dalam waktu dekat saya akan membuka beberapa gerai baru di Jakarta," katanya.

Kendati demikian, desainer yang akrab disapa Nuna ini masih tetap berusaha menaikkan citra Indonesia di pasar internasional.
Saat ini, Nuna tengah berusaha mengajak Departemen Koperasi dan Hong Kong Trade Development Council (HKTDC) untuk bekerja sama agar bisa mengadakan show khusus desainer Indonesia, atau menyediakan Indonesian Paviliun di area pameran. Sementara Nuna sendiri punya rencana untuk mengikuti show di Hong Kong Fashion Week (HKFW) Juli mendatang.
"Bulan Juli saya rencananya mau ikut show di HKFW dengan koleksi yang lebih mengikuti pasar," sebut Nuna.

Jika Nuna berkonsentrasi pada pasar dalam dan luar negeri, desainer asal Bandung, Deden Siswanto, justru memfokuskan diri untuk meningkatkan penjualan dalam negeri. "Sekarang ini konsentrasi saya lebih ke pasar dalam negeri, masih banyak yang harus diberesin," ujarnya.

Memperkuat brand image, menurut Deden, adalah langkah penting yang harus dilakukan seorang desainer sebelum merambah pasar luar negeri. "Dikuatin dululah, kalau kita langsung ke luar, nanti orang banyak bertanya siapa kita?" sambungnya.
(sindo//tty)





Minggu, 22 Februari 2009

PERNIKAHAN merupakan momen indah bagi kedua pasangan mengikat janji setia. Tak heran bila busana pengantin pun mengambil peran besar dalam pernikahan menjadi lebih sempurna.

Mengawali tahun 2009, "Grand Wedding Expo" (GWE) ke-11 hadir bagi mereka yang ingin tampil cantik bak ratu di hari istimewa. Kali ini empat desainer andalan dari Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia ikut ambil bagian menawarkan koleksi gaun pengantin berbeda dari biasanya. Mereka adalah Rudy Chandra, Irna Mutiara, Harry Ibrahim, dan Defrico Audy.

Irna Mutiara mempersembahkan rancangan yang terinspirasi dari suasana pagi berkabut, yang menghasilkan warna-warna kelabu dengan titik embun dan pancaran sinar matahari. Oleh karena itu, tema yang diangkat kali ini adalah "Ilummination". 

Irna tampaknya banyak memanfaatkan material bahan, di antaranya sifon sutra, satin sutra crepe, tenun Sumatera, dan tule. Material tersebut, kata Irna, diolah secara cermat agar menghasilkan kualitas busana yang eksklusif. 

"Tren busana pengantin muslim lebih berdesain kontemporer. Artinya, tanpa meninggalkan kaidah busana muslim dan tetap mengacu pada tren dunia di Paris ataupun Milan," kata Irna mengawali pembicaraan dengan okezone. 

Menurut Irna, koleksinya kali ini menonjolkan kemewahan kontemporer yang dipadukan dengan "crochet" atau motif basic dari rajutan. Selain itu, hiasan bebatuan swarovski, payet dan manik-manik juga menjadi pemanis busana yang tak boleh terlewati. 

Lain dengan Irna Mutiara, Rudy Chandra tampil dengan karya yang lebih simpel. Dia mengulik tema "Symhony of Simplicity", yang berarti ingin menonjolkan rancangan "simple, graceful & beautiful".

"Saat kondisi krisis seperti sekarang, para calon pengantin banyak menginginkan gaun pernikahan yang simpel dan mewah. Sementara untuk tren warna gaun pengantin sendiri didominasi gold dan silver," ujar Rudy.

Menghadirkan gaun pengantin internasional, Harry Ibrahim juga tidak mau kalah dengan Rudy Chandra. Mengusung tema "Gracefull White", dia menawarkan koleksi gaun pengantin yang berkesan elegan. Menurut Harry, koleksinya kali ini terinspirasi dari keanggunan para penari di Spanyol.

"Meski tahun ini ada pemilu, tak mengendorkan niat para calon pengantin untuk melangsungkan pernikahan pada Oktober atau November mendatang. Terbukti, banyak calon pengantin yang memesan gaun pengatin," ujar pria yang membandrol rancangannya sekira Rp15 juta.

Defrico Audy pun tak mau kalah dengan memperkenalkan rancangan gaun pengantin. Menuangkan ide kreatifnya, Defrico mencoba menggali sisi lain yang unik dari sebuah busana tradisional Indonesia, kebaya. Melalui rancangan kebaya miliknya yang bertemakan "Romantic of Kebaya", Defrico mencoba memberi sentuhan kemewahan Eropa pada lima koleksi kebaya tradisional Indonesia. Tentunya menghasilkan kebaya modern yang berkesan glamor dan romantis, namun tetap menonjolkan kesan etnik dan apik.
Foto: Heru Haryono/Okezone
Teknik potong laser dikenal sebagai teknik memotong benda berpenampang keras. Namun kini, laser digunakan untuk memotong kain untuk gaun pengantin. Terobosan itulah yang kini dilakukan Chenny Han. (Foto: Heru Haryono/Okezone)
KREATIVITAS perancang busana dalam menampilkan inovasi unik terealisasi melalui sentuhan karyanya. Semua dalam upaya memperkaya khazanah dunia fesyen.

Seperti terobosan yang dilakukan oleh Chenny Han, perancang gaun internasional dalam rancangan terbarunya. Chenny membuat inovasi gaun pengantin Eropa dengan detail motif berlubang yang dalam pengerjaannya memiliki kesulitan tingkat tinggi. Secara kasat mata, hasil tersebut tidak terjangkau jika dilakukan dengan teknik konvensional, seperti dengan gunting.

"Saya menampilkan laser motif desain sehingga bisa diubah menjadi tiga dimensi. Dalam waktu tiga pekan saya mampu merealisasikan gaun pengantin sebanyak 12 model dengan pemotongan sangat akurat 0,01 mm dan sangat cepat," ujar Chenny usai acara peluncuran karyanya bertajuk "Laser Me Beautiful", di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Kamis (19/2/2008) sore.

Dengan memanfaatkan sinar laser yang diimpor dari Italia, Chenny tidak hanya bebas berkreasi saat memotong, tapi juga membuat motif desain yang rumit. Kemudahan tersebut juga didapat melalui sistem komputerisasi.

"Teknik pemotongannya seperti kalau kita mau ke dokter kulit. Jadi, kain yang ingin digunakan dibentangkan di atas meja lalu desain motif diatur secara komputerisasi sebelum akhirnya motif itu disinarkan di atas kain yang ingin dipotong," paparnya.

Ditambahkan Chenny, mesin pemotong laser ini memudahkan para pekerjanya melakukan pemotongan yang tergolong rumit. Tentunya juga memungkinkannya untuk menawarkan harga gaun yang terjangkau bagi calon pengantin dengan pilihan yang tidak berkutat pada bahan brokat. (ftr)
(tty)
Foto: Heru Haryono/Okezone

Senin, 09 Februari 2009

desainer

saya belajar blogger biar pintar